Langsung ke konten utama

MEMOAR KALA ITU

Di kursi roda ini, aku duduk menghadap halaman rumah yang cukup lapang. Terdapat gazebo kecil yang cukup untuk bersantai saat senja hadir di depan rumahku. Pemandangan ini selalu saja mengingatkanku akan historis semua tentangmu, istriku. 

Masih teringat jelas semua kenangan tentangmu, Suparwi. Kala kita bertemu untuk pertama kalinya. Waktu itu, tahun 1967. Aku melihat segerombolan gadis muda memasuki area pasar malam. Pardi, kawan baikku mulai bergelagat ingin berkenalan dengan salah satu gadis yang ia incar. Tapi aku tak tertarik sedikit pun. Aku lebih memilih menyantap tahu petis yang baru saja kubeli. 

Benar saja sesuai dugaanku, Pardi berhasil berkenalan dengan Sarita. Sedangkan para gadis lain mulai berpencar untuk melihat-lihat pasar malam yang hanya hadir satu tahun sekali di kota ini saat bulan Ramadan. Namun, aku melihat satu gadis yang menarik hatiku. Kuberanikan diri untuk mendekatinya. Ya, namanya Suparwi. 

Dialah gadis lemah lembut, dan manis senumnya. Rambutnya yang berkepang dua dengan pita merah di ujungnya, menambah apik paras wajah bulatnya. Mengenakan sweater rajut coklat dan rok hitam selutut. Sungguh sedap dipandang. Tak akan pernah kulupakan kesan pertamaku bertemu dengannya. Tiap kenangan manis tentangnya, tiap ucapan lemah lembutnya, tiap sedapnya masakan yang tercipta dari tangan ajaibnya, mana mungkin bisa aku lupakan. 

Setelah mengenal lebih dalam tentangnya, singkatnya, aku menikah dengannya. Kami dikaruniai 5 orang anak. Ibu, panggilannya dari anak-anak kami. Hari-hari terasa cepat berlalu. Tangis, tawa, cerita bahagia, sedih, susah, senang kita lalui bersama-sama selama 27 tahun ini. Tapi tak jarang pula aku melakukan kesalahan dan dia selalu saja memaafkanku. Kenapa ada orang yang sesabar kau, Suparwi? 

Hari itu, tepat satu hari sebelum ulang tahunnya. Dia terjatuh lunglai. Kugendong ia dalam pelukanku. Mencoba menyadarkannya dan mengguncangkan badannya, apa saja kulakukan demi membuatnya bangun kala itu. Anak kami Wawan yang kutelepon, langsung datang dan membawanya ke rumah sakit. Dokter bilang ini adalah gerd akut. Tapi kenapa aku tidak pernah mengetahuinya? Bahkan, tentang sakitnya pun aku lalai, padahal sudah puluhan tahun aku bersamanya. Ah Suparwi, sungguh maafkan suamimu yang tak becus untuk mengurusmu. Aku benar-benar sangat menyesal kala itu. Egoku selama ini yang terlalu tinggi sungguh aku menyesalinya.

Satu minggu setelahnya, Suparwi meninggalkanku untuk selamanya. Kini di usia senja ini, kuhabiskan dengan mengenang perjalanan kita sembari mempersiapkan bekalku untuk bertemu denganmu di akhirat nanti. Semoga pertemuan kita nanti, menjadi pertemuan terakhir yang selamanya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stoikisme, Tidak Serta-merta Membuat Kita Nampak "Bodo Amat"

Cuaca hari ini benar-benar buruk, hujan turun dengan angin besar dan petir menggelegar yang membuat rencana bepergianmu batal; kamu hendak mengumpat menganjingbabikan semesta, tetapi kamu tidak jadi melakukannya. Alih-alih, kamu hanya diam, menyeduh secangkir teh hangat dan mengambil sepiring cookies, mengambil buku favoritmu, mengambil selimut, kemudian duduk di sofa dan menikmati hari untuk menggantikan perjalananmu yang batal dan berpikir bahwa selalu ada hari esok untuk itu. Tetapi, kemudian, kamu mendengar suara tetesan air yang terdengar keras di belakangmu. Kamu terkejut saat menemukan atapmu berlubang yang menciptakan celah untuk air masuk ke dalam ruangan, dan itu tepat di atas meja komputermu. Kamu mencari sesuatu untuk menampungnya, sembari berpikir, "Bagaimana jika aku pergi sebelum hujan, itu mestilah sangat buruk, air akan mengenai komputerku dan membuatnya rusak, aku bersyukur tidak melakukannya." Setelah selesai, kamu kembali ke sofamu dan melanjutkan bacaanmu...

Pesan Untukku di Masa Depan

Sepucuk surat untukku di masa depan:  "Halo diriku yang di masa depan. Apa kabar? Aku yakin kamu selalu bail-baik saja. Terutama saat ini. Lihatlah dirimu yang sekarang. Tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik. Sesuai dengan yang kamu harapkan. Kamu pasti akan tersenyum membaca tulisanku di tahun 2024 ini. Tahun ini adalah titik balik dari kehidupanmu yang sebelumnya. Masih ingatkah kamu? Di tahun ini kamu memutuskan untuk merubah dirimu menjadi wanita tangguh. Lebih tangguh dari sebelumnya. Semua hal yang kamu dapat sekarang adalah hasil dari manifestasimu di tahun ini. Kamu masih melakukannya bukan? Melanjutkan semua mimpi-mimpimu menjadi kenyataan. Bekerja sama dengan alam semesta lewat doa dan manifestasi yang kamu lakukan bertahun-tahun lamanya secara konsisten. Kamu mulai memutuskan untuk menekuni dunia yang kamu inginkan pada tahun ini pula. Segala bentuk upaya untuk menghebatkan dirimu, sudah kamu lakukan di tahun ini.  Aku yakin kamu yang sekarang adalah...

Wanita Melamar Pria Duluan?

Baru-baru ini sosial media digemparkan oleh berita seorang wanita bertekuk lutut di depan publik dan melamar pria duluan. Bagaimana menurut kalian? Apakah kalian relate ? Setuju atau tidak jika wanita melamar pria duluan? Okay, let see. Mari kita bahas dari sudut pandang ilmu hukum alam semesta dalam feminine masculine energy secara netral.  Sebenarnya jika wanita melamar pria terlebih dulu sudah banyak dan sering terjadi di luar Indonesia, terutama para wanita extreme radical feminist yang merasa wanita berhak maju duluan, proaktif, menafkahi pria dan membiarkan sang pria mengurus keperluan rumah, bahkan melamar pria duluan. Kemudian hal ini menjadi viral dan menuai pro-kontra dalam pandangan masyarakat. Lalu baru-baru ini muncul dan terjadi di Indonesia, kemudian viral. Adegan wanita yang bertekuk lutut di hadapan pria yang merupakan pacarnya dan diduga hal ini terjadi karena si pacar tidak kunjung melamarnya. Katanya sih, “Wanita berhak maju duluan.” bahkan banyak...